Makalah PHK - Mata Kuliah MSDM
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
PHK merupakan bagian dari suatu hubungan kerja yang awalnya merupakan hubungan hukum dalam lingkup hukum privat karena hanya menyangkut hubungan hukum perorangan antara pekerja/buruh dengan pengusaha. Dalam perkembangannya, PHK ternyata membutuhkan campur tangan pemerintah karena menyangkut kepentingan khalayak banyak. Pengaturan mengenai PHK membutuhkan
Campur tangan pemerintah karena pemerintahlah yang memiliki fungsi untuk menetapkan kebijakan, melakukan pengawasan, dan melakukan penindakan terhadap pelanggaran peraturan perundang-undangan, dalam hal ini terutama ketentuan PHK.
Kehadiran Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan merupakan salah satu bentuk upaya pemerintah memberikan kepastian hukum kepada para penggusaha dan pekerja/buruh. Pasal 1 angka 25 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan memberikan pengertian Pemutusan Hubungan Kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha. PHK diatur dalam Pasal 150 sampai dengan Pasal 172 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, termasuk alas an-alasan melakukan PHK. Banyak pihak yang salah dalam menafsirkan alasan-alasan melakukan PHK terutama ketentuan Pasal 164 ayat (3) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan bahwa pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perusahaan tutup bukan karena mengalami kerugian 2 (dua) tahun berturut-turut atau bukan karena keadaan memaksa (force majeur) tetapi perusahaan melakukan efisiensi, dengan ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3), dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).
Pasal 164 ayat (3) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
seringkali menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda. Dalam prakteknya, pihak
perusahaan menggunakan Pasal ini untuk melakukan PHK sekalipun perusahaan
dalam keadaan baik.
Farianto dan Darmanto dalam Himpunan Putusan Mahkamah Agung Dalam Perkara PHI tentang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Disertai Ulasan Hukum berpendapat:1. Pada saat ini, PHK karena alasan efisiensi menjadi polemik karena terdapat dua penafsiran berbeda yang disebabkan karena ketentuan Pasal 164 ayat (3) Undang-Undang No. 13/2003, yang menyatakan, “Pengusaha dapat melakukan PHK terhadap pekerja karena perusahaan tutup bukan karena...” anak kalimat “...perusahaan tutup...”, dalam praktik peradilan ketentuan Pasal yang mengatur mengenai efisiensi, masih menimbulkan polemik. Oleh karena ada yang menafsirkan bahwa untuk melakukan efisiensi maka perusahaan dalam kondisi tutup. Namun, sebagian yuris ada yang menafsirkan bahwa perusahaan tidak perlu tutup untuk melakukan efisiensi apabila tindakan perusahaan tersebut justru dapat menyelamatkan perusahaan dan sebagian pekerja lainnya. Pendapat kedua banyak yang lebih setuju oleh karena tujuan perusahaan melakukan PHK dengan alasan efisiensi dilatarbelakangi oleh tujuan untung mengurangi beban perusahaan supaya dapat tetap beroperasi. Sehingga seperti dalam kondisi krisis global yang mengharuskan pengurangan pekerja, pengusaha tidak perlu khawatir melakukan PHK karena efisiensi sebab ada alasan hukum Pasal 164 ayat (3) Undang-Undang No. 13/2003
1.2 Rumusan Masalah
1. PHK Dalam Sebuah Manajemen Perusahaan
2. Apa Hubungan PHK dengan kinerja MSDM?
3. Apa Nilai Positif PHK dari Sudut Pandang Perusahaan?
1.3 Tujuan Penelitian
Memahami secara harfiah mengenai PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) dimana berdampak langsung pada perusahaan dan apa alas an serta nilai yang di dapat perusahaan dengan adanya system PHK di Indonesia.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hubungan Kerja
Hubungan kerja yang terjadi antara pengusaha dan pekerja memiliki beberapa pengertian, yaitu:
- Dalam Pasal 1 ayat (15) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa “hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah”.
- Menurut Zainal Asikin adalah “Hubungan antara Buruh dan Majikan setelah adanya Perjanjian Kerja, yaitu suatu perjanjian dimana pihak kesatu, siburuh mengikatkan dirinya pada pihak lain, si majikan untuk bekerja dengan mendapatkan upah, dan majikan menyatakan kesanggupannya untuk memperkerjakan si buruh dengan membayar upah
2.2 Pemutusan Hubungan Kerja
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Adalah:
- Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 pada Pasal 1 ayat (25) yang dimaksud dengan Pemutusan hubungan kerja adalah: “Pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha.”
- Menurut Asri Wijayanti dalam Bukunya yang berjudul “Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi” yang dimaksud dengan Pemutusan Hubungan Kerja adalah: “Suatu keadaan dimana si buruh berhenti bekerja dari majikannya.”
- Menurut Keputusan Menteri dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor: Kep/78/Men/2001 yang dimaksud dengan Pemutusan hubungan kerja adalah: “Pengakhiran hubungan kerja antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan ijin Panitia Daerah atau Panitia Pusat.”
- Lalu Husni menyebutkan bahwa “Pemutusan Hubungan Kerja adalah pengakhiran hubungan kerja antara pengusaha dan pekerja karena berbagai sebab.”
Sesuai dengan peranan dan kedudukan tenaga kerja, diperlukan pembangunan ketenagakerjaan untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja dan peran sertanya dalam pembangunan serta peningkatan perlindungan tenaga kerja dan keluarganya sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan. Untuk itulah sangat diperlukan adanya perlindungan terhadap tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin hak-hak dasar pekerja/buruh dan menjamin kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha.Hukum Pemutusan Hubungan Kerja adalah bagian yang paling rumit dari
Hukum Perburuhan karena mengatur hubungan yang rawan atau mengatur masalah-masalah to be or not to be. Oleh karena itu ketentuan tentang PHK bersifat bivalent, yaitu perdata dan publik. Bersifat perdata berarti cenderung njimet, mengatur secara mendetail, karenanya sulit memahaminya.“Sumber hukum ketenagakerjaan Indonesia yang tertulis tersebar ke dalam berbagai peraturan perundang-undangan belum terkondifikasi dengan baik, sehingga kita harus mencari sendiri berbagai peraturan yang tersebar apabila akan dipergunakan untuk dasar hukum dalam memecahkan suatu masalah.” Agar efektifnya penegakan hukum bidang perburuhan dalam penyelesaian PHK, perlu didukung dengan peraturan perundangan yang lengkap dan perubahan, perbaikan Undang-Undang No. 12 Tahun 1984 menjadi Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan, sehingga tenaga kerja mendapat perlindungan. Di samping itu perlu memper-timbangkan korporasi sebagai subyek hukum pidana. Di sisi lain perlu adanya pengalaman etika, moral dan tanggung jawab sosial perusahaan (korporasi) terhadap tenaga kerja.
BAB 3
PEMBAHASAN
3.1 Jenis Jenis PHK
Menurut Undang-undang No. 13 Tahun 2003 mengartikan bahwa Pemberhentian atau Pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antar pekerja dan pengusaha. Sedangkan menurut Moekijat mengartikan bahwa Pemberhentian adalah pemutusan hubungan kerjas seseorang karyawan dengan suatu organisasi perusahaan. Istilah pemberhentian juga mempunyai arti yang sama dengan separation yaitu pemisahan. Pemberhentian juga bisa berarti Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karyawan dari suatu organisasi perusahaan. Pemberhentian yang dilakukan oleh perusahaan harus berdasarkan dengan Undang – undang No 12 Tahun 1964 KUHP dan seijin P4D atau P4P atau seijin keputusan pengadilan. Pemberhentian juga harus memperhatikan pasal 1603 ayat 1 KUHP yaitu mengenai “tenggang waktu dan ijin pemberhentian”. Perusahaan yang melakukan pemberhentian akan mengalami kerugian karena karyawan yang diberhentikan membawa biaya penarikan, seleksi, pelatihan dan proses produksi berhenti. Pemberhentian yang dilakuakn oleh perusahaan juga harus dengan baik – baik, mengingat saat karyawan tersebut masuk juga diterima baik – baik. Dampak pemberhentian bagi karyawan yang diberhentikan yaitu dampak secara psikologis dan dampak secara biologis.
Pemberhentian yang berdasarkan pada Undang –undang 12 tahun 1964 KUHP, harus berperikemanusiaan dan menghargai pengabdian yang diberikannya kepada perusahaan misalnya memberikan uang pension atau pesangon. Pemberhentian juga dapat diartikan sebagai pemutusan hubungan kerja seseorang karyawan dengan organisasi perusahaan. Dengan pemberhentian dilakukan berarti karyawan tersebut sudah tidak ada ikatan lagi dengan perusahaan (Drs. Malayu Hasibuan, Manajemen Sumber Daya Manusia,2001). Pemutusan hubungan kerja merupakan fungsi terakhir manajer sumberdaya manusia yang dapat didefinisikan sebagai pengakhiran hubungan kerja antara pekerja dan pengusaha yang dapat disebabkan oleh berbagai macam alasan, sehingga berakhir pula hak dan kewajiban di antara mereka (Mutiara Sibarani Panggabean, Manajemen Sumber Daya Manusia, 2004).
3.1.1 PHK Pada Kondisi Normal (Sukarela)
Karyawan dapat mengajukan pengunduran diri kepada perusahaan secara tertulis tanpa paksaan/intimidasi.
Untuk mengundurkan diri, karyawan harus memenuhi syarat :
- mengajukan permohonan selambatnya 30 hari sebelumnya,
- tidak ada ikatan dinas,
- tetap melaksanakan kewajiban sampai mengundurkan diri.
Karyawan yang mengajukan pengunduran diri hanya berhak atas kompensasi seperti sisa cuti yang masih ada, biaya perumahan serta pengobatan dan perawatan, dll sesuai Pasal 156 (4).
3.1.2 PHK Pada Kondisi Tidak Normal (Tidak Sukarela)
Manulang (1988) mengemukakan bahwa istilah pemutusan hubungan kerja dapat memberikan beberapa pengertian, yaitu :
- Termination: yaitu putusnya hubungan kerja karena selesainya atau berakhirnya kontrak kerja yang telah disepakati. Berakhirnya kontrak, bilamana tidak terdapat kesepakatan antara karyawan dengan manajemen, maka karyawan harus meninggalkan pekerjaannya.
- Dismissal: yaitu putusnya hubungan kerja karena karyawan melakukan Tindakan pelanggaran disiplin yang telah ditetapkan. Misalnya : karyawan melakukan kesalahan-kesalahan, seperti mengkonsumsi alkohol atau obat-obat psikotropika, madat, melakukan tindak kejahatan, merusak perlengkapan kerja milik pabrik.
- Redundancy, yaitu pemutusan hubungan kerja karena perusahaan melakukan pengembangan dengan menggunakan mesin-mesin berteknologi baru, seperti : penggunaan robot-robot industri dalam proses produksi, penggunaan alat-alat berat yang cukup dioperasikan oleh satu atau dua orang untuk menggantikan sejumlah tenaga kerja. Hal ini berdampak pada pengurangan tenaga kerja.
- Retrenchment, yaitu pemutusan hubungan kerja yang dikaitkan dengan masalah-masalah ekonomi, seperti resesi ekonomi, masalah pemasaran, sehingga perusahaan tidak mampu untuk memberikan upah kepada karyawannya.
Flippo (1981) membedakan pemutusan hubungan kerja di luar konteks pensiun menjadi 3 kategori, yaitu :
- Layoff, keputusan ini akan menjadi kenyataan ketika seorang karyawan yang memiliki kualifikasi harus dipurnatugaskan karena perusahaan tidak lagi membutuhkan sumbangan jasanya.
- Outplacement, ialah kegiatan pemutusan hubungan kerja disebabkan perusahaan ingin mengurangi banyak tenaga kerja.
- Discharge, berdasar pada kenyataan bahwa karyawan kurang mempunyai sikap dan perilaku kerja yang memuaskan.
3.2 Faktor Pendorong PHK
Undang-undang
Undang-undang dapat menyebabkan seorang karyawan harus diberhentikan dari suatu perusahaan. Misalnya, karyawan anak-anak, karyawan WNA, atau karyawan yang terlibat organisasi terlarang.
Keinginan perusahaan
Keinginan perusahaan dapat menyebabkan diberhentikannya seseorang karyawan baik secara terhormat ataupun dipecat. Pemberhentian semacam ini telah di atur oleh undang-undang N0.12 Tahun 1964, seizing P4D atauP4P, serta tergantung status kepegawaian karyawan bersangkutan.
Keinginan perusahaan memberhentikan karyawan disebabkn hal-hal berikut:
- Karyawan tidak mampu menyelesaikan pekerjaannya.
- Perilaku dan disiplinnya kurang baik.
- Melanggar peraturan-peraturan dan tata tertib perusahaan.
- Tidak dapat bekerja sama dan terjadi konflik dengan karyawan lain.
- Melakukan tindakan amoral dalam perusahaan.
Konsekuensi-konsekuensi pemberhentian berdasarkan keinginan perusahaan adalah sebagai berikut:
- Karyawan dengan status masa percobaan diberhentikan tanpa memberikan uang pesangon.
- Karyawan dengan status kontrak diberhentikan tanpa memberikan uang pesangon.
- Karyawan dengan status tetap, jika diberhentikan harus diberikan uang
Pesangon yang besarnya adalah:
- Masa kerja sampai 1 tahun = 1 bulan upah bruto.
- Masa kerja 1 sampai 2 tahun = 2 bulan upah bruto.
- Masa kerja 2 s.d. 3 tahun = 3 bulan upah bruto.
- Masa kerja 3 tahun dan seterusnya = 4 bulan upah bruto.
Sedangkan besar uang jasa adalah sebagai berikut:
- Masa kerja 5 s.d. 10 tahun = 1 bulan upah bruto.
- Masa kerja 10 s.d. 15 tahun = 2 bulan upah bruto.
- Masa kerja 15 s.d. 20 tahun = 3 bulan upah bruto.
- Masa kerja 20 tahun s.d. 25 tahun = 4 bulan upah bruto.
- Masa kerja 25 tahun ke atas = 5 bulan upah bruto.
Besarnya uang pesangon bagi beberapa perusahaan telah ditetapkan dalam peraturan-peraturan perusahaan tetapi besarnya tidak boleh kurang dari yang ditetapkan undang-undang. Pemberhentian karyawan berdasarkan atas keinginan perusahaan dilakukan dengan tingkatan-tingkatan sebagai berikut:
- Perundingan antara karyawan dengan pimpinan perusahaan.
- Perundingan antara pimpinan serikat buruh dengan pimpinan perusahaan.
- Perundingan P4D dengan pimpinan perusahaan.
- Perundingan P4P dengan pimpinan perusahaan.
- Keputusan pengadilan negeri.
Jelasnya, pemecatan karyawan tidak dapat dilakukan secara sewenang-wenang oleh pimpinan. Setiap pemecatan harus didasarkan atas undang-undang perburuhan yang berlaku karena karyawan mendapat perlindungan hukum.
Keinginan karyawan
Pemberhentian atas keinginan karyawan sendiri dengan mengajukan permohonan untuk berhenti dari perusahaan tersebut. permohonan hendaknya disertai alasan-alasan dan saat akan berhentkannya, misalnya bulan depan. Hal ini perlu agar perusahaan dapat mencari penggantinya, supaya kegiatan perusahaan jangan sampai mandek. Alasan-alasan pengunduran antara lain:
- Pindah ke tempat orang lain karena mengurus orang tua.
- Kesehatan yang kurang baik.
- Untuk melanjutkan pendidikan.
- Berwiraswasta.
Akan tetapi sering kali alasan-alasan itu hanya dibuat-buat saja oleh karyawan sedangkan alasan yang sesungguhnya adalah balas jasa terlalu rendah, mendapat pekerjaan yang lebih baik, suasana dilingkungan pekerjaan yang kurang cocok, kesempatan promosi yang tidak ada, perlakuan yang kurang adil dan sebagainya.
Jika banyak karyawan yang berhenti atas keinginan sendiri, hendaknya manajer mencari penyebab yang sebenarnya dan mengintropeksikan agar turnover karyawan dapat dicegah. Misalnya, menaikkan balas jasa, berlaku adil dan menciptakan suasana serta lingkungan pekerjaan yang baik. Karyawan yang berhenti atas permintaan sendiri, uang pesangon hanya diberikan berdasarkan kebijaksanaan perusahaan saja karena tidak ada ketentuan hukum yang mengaturnya.
Pemberhentian atas keinginan karyawan sendiri, tetap menimbulkan kerugian bagi perusahaan karena karyawan itu membawa biaya-biaya penarikan, seleksi dan latihan. Sedangkan pengadaan karyawan baru akan membutuhkan biaya-biaya penarikan, seleksi, dan pengembangan.
Pensiun
Pensiun adalah pemberhentian karyawan atas keinginan perusahaan, undang-undang, ataupun keinginan karyawan sendiri. Keinginan perusahaan mempensiunkan karyawan karena produktivitas kerjanya rendah sebagai akibat usia lanjut, cacat fisik, kecelakaan dalam melaksanakan pekerjaan dan sebagainya. Undang-undang mempensiunkan seseorang karena telah mencapai batas jasa dari masa kerja tertentu. Misalnya, usia 55 tahun dan minimum masa kerja 15 tahun.
Keinginan karyawan adalah pensiun atas permintaan sendiri dengan mengajukan surat permohonan setelah mencapai masa kerja tertentu, dan permohonannya dikabulkan oleh perusahaan. Karyawan yang pensiun akan memperoleh uang pensiun yang besarnya telah di atur oleh undang-undang bagi pegawai negeri, dan bagi karyawan swasta diatur sendiri oleh perusahaan yang bersangkutan.
Pembayaran uang pensiun bagi pegawai negeri dibayar secara periodik, sedangkan bagi karyawan swasta biasanya dibayar berupa uang pesangon pada saat ia diberhentikan. Pembayaran uang pensiun adalah pengakuan atau penghargaan atas pengabdian seseorang kepada organisasi dan memberikan sumber kehidupan pada uisa lanjut. Adanya uang pensiun akan memberikan ketenangan bagi karyawan sehingga turnover karyawan relatif rendah.
Kontrak kerja berakhir
Karyawan kontrak akan dilepas atau diberhentikan apabila kontrak kerjanya berakhir. Pemberhentian berdasarkan berakhirnya kontrak kerja menimbulkan konsekuensi karena telah diatur terlebih dahulu dalam perjanjian saat mereka diterima.
Kesehatan karyawan
Kesehatan karyawan dapat menjadi alasan umtuk pemberhentian karyawan. Inisiatif pemberhentian bisa berdasarkan keinginan perusahaan ataupun keinginan karyawan. Besar gaji karyawan yang sakit dibayar perusahan berdasarkan P4/M/56/4699, P4/M/57/6542, dan P4/M/57/6150.
Meninggal dunia
Kayawan yang meninggal dinia secara otomatis putus hubungan kerjanya dengan perusahaan. Perusahaan memberikan pesangon atau uang pensiun bagi keluarga yang ditinggalkan sesuai dengan peraturan yang ada. Misalnya, pesangonnya lebih besar dan golongannya dinaikkan sehingga uang pensiunya lebih besar.
Perusahaan dilikuidasi
Karyawan akan dilepas jika perusahaan dilikuidasi atau ditutup karena bangkrut. Bangkrutnya perusahaan harus berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku, sedangkan karyawan yang dilepas harus mendapat pesangon sesuai dengan ketentuan pemerintah.
3.3 Sistematika PHK
Pemberhentian karyawan hendaknya berdasarkan dan perundang-undangan yang ada agar tidak menimbulkan masalah, seyogianya pemberhentian dilakukan dengan cara yang sebaik-baiknya, sebagaimana pada saat mereka diterima menjadi karyawan. Dengan demikian, tetap terjalin hubungan informasi yang baik antara perusahaan dengan mantan karyawan. Hal diatas paa dasarnya menjadi keinginan ke dua belah pihak. Akan tetapi, tidak dapat diingkari sering terjadi pemberhentian dengan dengan pemecatan, karena konflik yang tidak dapat diatasi lagi. Pemecatatn karyawan harus didasarkan kepada peraturan dan perundang-undangan karena setiap karyawan mendapat perlindungan hukum sesuai dengan statusnya. Proses pemecatan karyawan harus menurut prosedur sebagai berikut:
- Musyawarah karyawan dengan pimpinan perusahaan.
- Musyawarah pimpinan serikat buruh dengan pimpinan perusahaan.
- Musyawarah pimpinan serikat buruh, pimpinan perusahaan dan P4D.
- Musyawarah pimpinan serikat buruh, pimpinan perusahaan dan P4P.
- Musyawarah berdasarkan Keputusan Pengadilan Negeri.
Prosedur ini tidak perlu dilakukan semuanya, jika pada tahap tertentu telah dapat diselesaikan dengan baik. Tetapi jika tidak terselesaikan, penyelesaiannya hanya dengan keputusan pengadilan negeri.
3.4 Hubungan Antara PHK dan MSDM
PHK Merupakan sebuah bagian pokok kinerja MSDM, dimana MSDM bertugas untuk membuat “arrangement” terhadap pekerja dalam sebuah perusahaan, khususnya HRD. Bukan hanya merekrut karyawan, namun HRD bertugas untuk terus meninjau kinerja pegawai dan kinerja perusahaan. HRD merupakan bagian yang paling mengerti tentang bagaimana jalan terbaik perusahaan dalam melakukan usahanya, terutama dalam bidang suplai dan penarikan pegawai secara langsung. PHK dapat diajukan oleh HRD bagian MSDM karena beberapa hal yang tentunya menyangkut produktivitas dari perusahaan itu sendiri. Overflow Karyawan juga tbukan merupakan hal yang baik karna dapat menurunkan produktivitas, dan juga hadirnya teknologi “Machine” atau sering disebut “Artificial Intelegence” yang semakin waktu akan menggeser posisi manusia dalam melakukan pekerjaan.
Jikalau operasional menggunakan mesin lebih minim daripada menggunakan manusia, maka manusia itu akan tergeser dan terjadilah PHK. Sebut Saja Kasus PHK PT HM Sampoerna Tbk. Alasan Pemberhentian yang mencuat adalah Pabrik yang pailit dan akan di likuidasi karna masalah teknis dan penjualan lokal. Pada kenyataannya, kinerja pembuatan rokok terutama Cigarette Filter sudah tidak membutuhkan tenaga manusia dan dapat dilakukan sepenuhnya oleh teknologi mesin terbaru yang di motori oleh administrator computer dimana semuanya telah terprogram secara otomatis. Sehingga hal itu yang dapat memicu terjadinya PHK massal dalam tubuh PT HM Sampoerna Tbk.
3.5 Dampak Positif PHK Terhadap Perusahaan
Apabila dilihat dari sisi pegawai, PHK Sepihak merupakan hal yang sangat merugikan, namun dalam penelitian ini, akan dibahas dari sudut pandang lain mengenai apakah dampak positif adanya PHK terutama bagi perusahaan itu sendiri. Berikut Poin pentingnya:
- Meningkatkan jumlah orang yang brilian, Kebrilianan seseorang akan muncul pada saat dibutuhkan, jangan pernah berharap orang lain akan membantu coba untuk bertahan hidup sendiri
- Pengalaman hidup bertambah yang bisa membuat anda hidup jauh lebih baik dari sekarang, (manfaatkan segala peluang yang ada jangan pernah memikirkan gengsi, sekecil apapun kerja itua, lakukan sesuatu di saat punya peluang, jangan lepas dan peganglah erat lebih baik melakukan daripada diam selamanya asal itu adalah positif)
- Majunya perkembangan Ekonomi sentra produksi dengan pemanfaatan teknologi yang dibarengi dengan hasil produksi yang melimpah dengan bantuan teknologi itu sendiri.
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Pemberhentian Hubungan Kerja (PHK) karyawan merupakan pemberhentian atau pemisahan karyawan dari suatu organisasi. Pemberhentian harus sesuai dengan undang-undang No.12 tahun 1964 KUHP dan seizing P4D atau P4P atau dengan keputusan pengadilan. Terdapat beberapa alasan mengapa perusahaan melakukan pemutusan hubungan kerja, yaitu berdasarkan undang-undang, keinginan perusahaaan, keinginan pegawai/ karyawan, kontrak keja berakhir, pensiun, kesehatan karyawan, dan perusahaan yang dilikuidasi atau ditutup. Pemberhentian karyawan, tetap menimbulkan kerugian bagi perusahaan karena dapat menyebabkan biaya-biaya tertentu.
PHK sebagai manifestasi pensiun yang dilaksanakan pada kondisi tidak normal nampaknya masih merupakan ancaman yang mencemaskan karyawan. Dunia industri negara maju yang masih saja mencari upah buruh yang murah, senantiasa berusaha menempatkan investasinya di negara-negara yang lebih menjanjikan keuntungan yang besar, walaupun harus menutup dan merelokasi atau memindahkan pabriknya ke Negara lain.
Ketika perekonomian dunia masih belum adil, dan program efisiensi yang dilakukan oleh para manajer terus digulirkan, maka PHK masih merupakan fenomena yang sangat mencemaskan, dan harus diantisipasi dengan penyediaan lapangan kerja dan pelatihan ketrampilan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat (mantan karyawan).
PHK juga merupakan bagian dari Tupoksi MSDM terutama HRD sebagai kordinator kepegawaian dalam suatu perusahaan, langkah yang diambil HRD merupakan langkah yang positif dimana sangat diperlukan oleh perusahaan dalam hal SDM itu sendiri, sehingga PHK bukanlah pilihan yang sembarangan dalam kinerja seorang HRD beserta divisinya.
Sejalan dengan PHK oleh pihak perusahaan, banyak hal positif yang bias diambil terutama oleh perusahaan, yaitu meningkatkan produktivitas usaha yang dijalani dan menyaring tenaga kerja yang “Supportive” atau mendorong penuh produktivitas perusahaan tersebut dimana setiap perusahaan pasti berorientasi terhadap laba.
4.2 Saran
PHK merupakan hal yang lumrah dilakukan dalam segi pertimbangan tertentu khususnya perusahaan itu sendiri. Namun hendaknya perusahaan atau divisi MSDM tetap menjaga dan memegang teguh prinsip kemanusiaan dan Undang-Undang yang berlaku, sehingga kedua belah pihak dapat saling memahami dan menerima satu sama lain dengan keputusan PHK tersebut. Perusahaan juga wajib memenuhi kewajibannya apabila PHK tersebut dilakukan oleh internal perusahaan.
0 Response to "Makalah PHK - Mata Kuliah MSDM"
Post a Comment